PDM Kabupaten Ngawi - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Ngawi
.: Home > Sejarah

Homepage

Sejarah

 
 
SEJARAH MUHAMMADIYAH
DI NGAWI 
 
Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan telah berkembang dengan pesat dan hampir meliputi seluruh wilayah nusantara ini.  Hal ini terbukti dengan adanya aktifitas dan amal usahanya yang bnegitu besar terhadap pembangunan bangsa, baik lewat bidang pendidikan, sosial dan budaya serta bidang lainnya.
Muhammadiyah mulai masuk ke daerah ngawi sekitar pada tahun 1928 M, yang dibawa oleh seorang awak kereta api yang berasal dari Yogyakarta.  Namun masih belum jelas nama pembawa tersebut, bahkan aktifitasnya pun terkadang terbengkalai, karena kurangnya kawan yang diajak untuk menderukan cita-cita Muhammadiyah tersebut.  
 
Kemudian selang beberapa tahun kemudian tepatnya pada 1934 sampai 1950, Muhammadiyah di Ngawi sudah memiliki cabang-cabang dan ranting-ranting, yang diantaranya Cabang Ngawi, Campurjo, Padas, Jogorogo, Paron dan Geneng.  Dalam rentang kurun waktu tersebut dilanjutkan oleh seorang pegawai pegadaian yang ikut mengembangkan dan melaksanakan aktifitas keagamaan versi Muhammadiyah di sana, hingga sekarang tempat pegadaiannya masih dijadikan dan diabadikan sebagai salah satu cabang.
 
Pengembangan dan penyiaran terus berjalan dengan dinamis dan cepat setelah banyak ulama-ulama datang dari Yogyakarta yang telah menamatkan belajarnya kepada KH. Ahmad Dahlan secara langsung.  Ditambah lagi ulama-ulama tamatan Mabaul Ulum Solo yang dikirim ke Yogyakarta untuk mengaji (belajar) ke pada KH. Ahmad Dahlan, seperti K. Rofi’I, H.  Amin dan tokoh lainnya.  Penyebaran lambat laun semakin lancar melalui pengajian-pengajian, sehingga makin banyak menarik massa, yang pada akhirnya masuk menjadi warga Muhammadiyah.  Adapun basis mayoritas Muhammadiyah yang kental adalah di Widodaren dan Ngawi kota
 
Daerah Ngawi memang di perbatasan antara Solo dan Surakarta, sehingga laju perkembangannya pun semakin cepat.  Hal ini karena faktor dekatnya hubungan antar daerah yang berbasis Muhammadiyah relatif kuat.
Pada perkembangan selanjutnya Muhammadiyah di Ngawi juga mengalami pasang surut ketika memasuki tahun 60-an sampai 80-an.  Dimana pada kurun waktu tersebut banyak tokoh-tokh Muhammadiyah yang ditangkap, karena dituding telah membentuk komando jihad yang pada waktu itu dianggap membahayakan keselamatan bangsa.  Stagnasi dan kemunduran menyelimuti perkembangannya dan hal ini dirasa telah banyak merugikan kader-kadernya yang tidak memiliki aktifitas seperti biasanya.  Baru pada tahun 1982 Muhammadiyah telah bangkit dan eksis kembali dengan berbagai kegiatan pemikiran dan bahkan menyelanggarakan Musyawarah Daerah (Musyda) di bawah kendali Bapak Isra’
 
Muhammadiyah di Ngawi sampai sekarang te;ah memiliki 16 cabang dan ditambah lagi dengan 3 kecamatan baru yang masih belum tercatat.  Amal usahanya hanya pada bidang pendidikan saja.  Mulai dari TK sampai perguruan tinggi.  Adapun organisasi otonomnya meliputi Aisyiah, Nasiatul Aisyiah, Angkatan Muda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Remaja Muhammadiyah dan Tapak Suci.
Responden       : Mohammad Fadhil (Ketua PDM Ngawi)
Pewawancara   : Mujtahid
____________________________________
Sumber; http://pwmjatim.or.id/pdm/KotaNgawi.html
 
 
 
 


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website